Tentang Pengesahan Batas Kawasan Ekosistem Leuser di Provinsi Aceh.

Ditulis oleh Junaidi Hanafiah / www.mongabay.co.id
Menjaga kelestarian hutan dan lingkungan dari segala kegiatan merusak adalah komitmen yang dipegang teguh masyarakat Kampung Linge, Kecamatan Linge, Kabupaten Acehi Tengah, Aceh. Mereka juga berupaya mengelola hutan desa secara adil dan berkelanjutan di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL].
Pernyataan tersebut tertuang dalam Surat Pernyataan Bersama Komitmen Masyarakat Kampung Linge, yang dibacakan pada Festival Nenggeri Linge, Sabtu [13/7/2024].
“Pemuda, tokoh adat, dan seluruh masyarakat Linge berupaya menjaga dan menyelamatkan situs Kerajaan Linge, melestarikan cagar budaya, serta tradisi dan kearifan lokal,” terang Namtara, pemuda Kampung Linge.
Kampung Linge dikelilingi hutan. Daerah ini juga penghasil padi, durian, dan sejumlah rempah seperti kapulaga, kayu manis, kopi, dan kemiri.
Reje [Kepala Desa] Kampung Linge, Zainuddin menyebutkan, Linge merupakan daerah asal-usul masyarakat Gayo.
“Kami menolak kegiatan yang merusak adat dan budaya masyarakat Gayo, terlebih lingkungan. Termasuk, pertambangan emas.”
Sebelumnya, PT Linge Mineral Resource [LMR] berencana menambang emas di Kecamatan Linge, yang luasnya mencapai 9.684 hektar. Areanya berada di Desa Lumut, Desa Linge, Desa Owaq, dan Desa Penarun.
Masyarakat Linge menolak rencana pertambangan emas di desa mereka, khawatir kegiatan tersebut mengancam lingkungan dan keselamatan masyarakat.
Dalam pengumuman tambahan Rencana Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, 29 September 2023, Desa Linge sudah tidak masuk dalam kegiatan pertambangan tersebut.
“Kami sangat senang, kampung kami terhindar dari kerusakan,” lanjut Namtara.
PJ Bupati Aceh Tengah, T Mirzuan, mengatakan kepedulian warga Linge menjaga budaya dan lingkungan agar tidak rusak, harus diapresiasi.
“Hal positif ini bisa menginspirasi wilayah lain di Aceh, jelasnya.
Kepedulian warga menjaga lingkungan
Abdul Salam [65], Ketua Adat Kampung Linge, mengatakan hukum adat masyarakat Gayo mengatur banyak hal. Tidak hanya hak-hak masyarakat, tapi juga pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
“Misalnya, tanggung jawab hutan diberikan pengamanan hutan diberikan kepada satu orang bernama Penghulu Huteun. Untuk sungai diberikan kepada Penghulu Sungai.”
Dia menambahkan, sekiranya ada warga yang ingin membuka lahan untuk bertani atau berkebun, harus minta izin kepada Penghulu Huteun. Pimpinan adat hutan ini akan menilai lokasi tersebut sesuai atau tidak.
“Jika mengganggu sumber air atau kehidupan satwa, Penghulu Huteun akan melarang. Jika warga tersebut tetap membuka, akan dikenai denda. Paling berat adalah diusir dari kampung,” jelasnya.
Badrul Irfan, Sekretaris Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh [HAkA], Senin [5/8/2024] mengatakan, pihaknya yang mendampingi masyarakat Linge turut mendukung upaya tersebut. Menjaga lingkungan dan hutan dari kerusakan adalah harga mati bagi masyarakat Linge.
“Mereka telah mendapatkan hak kelola hutan seluas 450 hektar melalui skema hutan desa. Ini peluang yang harus dimanfaatkan warga Linge untuk mengelola lingkungan mereka,” paparnya.
